Sahabat…..
Dulu, ada seorang sahabat yang sangat kukagumi pekertinya. Kami lama tidak berjumpa, bahkan kabarnya sekarang, aku tidak tahu. Tapi masih segar dalam ingatanku nasihat-nasihatnya, karena cara yang ia gunakan membuatku betah untuk terus menyimak, tidak ada kesan menggurui. Untuk menunjukkan kebaikan ia lebih suka bercerita, jauh dari teguran apalagi memarahi. Tidak jarang ia ceritakan pengalamannya dengan kedua orang tuanya.
Dia pernah bercerita tentang nasihat abahnya.
Kata abahnya: “Nak, setelah abah mengantarkanmu ke pesantren, pulangnya abah naik kereta. Di ujung gerbong kereta tua yang abah naiki, abah bertemu tiga pemuda dengan barang bawaan yang banyak, mereka tampak letih dan peluhnya mengucur deras. Kemudian dengan cara yang sopan, salah satu diantara mereka memohon diri untuk duduk di sebelahku. Lama kelamaan abah mulai akrab dengan mereka, kami saling tanya, hingga banyak tahu tentang masing-masing. Abah terkesan dengan persahabatan mereka, terutama saat mereka akan turun di stasiun karena jarak tempuh tidak mengizinkan mereka untuk melanjutkan perjalanan dengan kereta. Abah lihat, mereka saling mendahului untuk membawa barang yang paling berat.
Dari pengalaman tersebut, ingin sekali aku sampaikan beberapa patah kata untukmu yang kuharapkan dapat menjadi azimat yang memberikan warna indah bagi hidupmu. Senang hatiku karena masih kutemukan seseorang yang rela korbankan waktu untuk mendengarkan perkataanku. Hal itu membuatku semakin bergairah untuk bercerita kepadamu tentang mutiara-mutiara kehidupan yang ku kumpulkan di sepanjang perjalananku. Kali ini ijinkanlah aku bertutur tentang arti sahabat dan persahabatan.
Anakku, tidak ada seekor burungpun yang terbang jauh apabila ia terbang sendirian. Begitu juga tak seorangpun dapat mencapai tujuan-tujuan besar dalam hidupnya apabila ia mencoba mencapainya seorang diri, tanpa sahabat di sekelilingnya. Sahabat adalah orang yang dengannya engkau berani menjadi dirimu sendiri, yang dengannya engkau berani berkata, ‘Inilah Aku’. Sungguh, sahabat adalah bagian penting dari hidupmu. Orang bijak mengatakan, ‘Sahabat adalah dorongan ketika engkau berhenti, sepatah kata ketika engkau kesepian, petunjuk jalan ketika engkau tersesat, senyuman sabar ketika engkau berduka, juga lagu gembira ketika engkau merasa bahagia. Bahkan, sahabat adalah orang yang menghentikanmu ketika engkau meluncur jatuh. Sahabat adalah orang yang siap mendengar ketika engkau ingin mengatakan sesuatu, orang yang peduli dengan masalahmu, dan juga tempat engkau berbagi rasa.
Tentu senang hatiku jika engkau mempunyai banyak sahabat. Tapi yang paling kusukai dari dirimu adalah bahwa engkau senantiasa berusaha menjadikan dirimu sahabat bagi orang lain. Tahukah engkau anakku, begitu terharunya aku ketika masa kecilmu banyak kau isi dengan menjadikan dirimu sahabat bagi anak-anak di sebelah rumah kita, serta sahabat bagi binatang-binatang peliharaan kita? Waktu itu aku merasa bahagia sekali karena engkau nikmati kedamaian dan kebahagiaan bersama sahabat-sahabatmu. Meskipun begitu, sahabatmu yang terpenting adalah dia yang menghendaki kebaikan dan kebahagiaan bagimu, dimana kebaikan adalah kebenaran yang kita fahami dengan sejelas-jelasnya, dan kebahagiaan sejati adalah rasa senang yang dibangkitkan oleh hasrat yang tinggi pada kebenaran. Dialah yang menghendaki keselamatan bagimu di dunia dan di akhirat kelak. Maka jadikanlah dirimu sahabat terpenting, kalau mungkin bagi setiap orang.
Dan mengenai arti Persahabatan, aku hanya ingin mengatakan bahwa Persahabatan adalah intan-berlian yang tak ternilai harganya. Tak dapat dijual, tak dapat dibeli, dan juga tak mungkin dipinjamkan, karena di dalamnya terkandung kehendak untuk saling menghormati, saling mencintai, dan saling memberi.
Baiklah anakku, kucukupkan ceritaku sampai di sini, dengan harapan semoga engkau semakin arif, semakin bijaksana, dan semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang mencintaimu selalu.”
Saat aku mendengarkan sepenggal cerita sahabatku dengan abahnya di atas, aku belum menemukan nilai lebih yang patut diistimewakan, atau menganggapnya biasa-biasa saja, hanya aku tidak keberatan untuk menyimaknya. Setelah sejenak aku renungi, baru kutemukan rangkaian hikmah yang tersusun indah dan menukik kalbuku. Aku mulai terkesan dengan caranya yang sangat halus dalam membimbingku; tanpa teguran, sindiran, menyalahkan, cemoohan, apalagi permusuhan.
Oleh karena itu, menyampaikan kebaikan tidaklah cukup dengan hanya berbekal menghafal dalil dan tendensi yang kuat. Karena sering kali pesan baik dan berbobot yang disampaikan dengan bahasa formal, berbentuk ajaran dan ajakan terasa kering dan menimbulkan kepenatan.
Sabtu, 24 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar